KONFLIK TUMPANG TINDIH LAHAN KARENA KOMUNIKASI TERPUTUS

05-11-2010 / KOMISI VII

Konflik tumpang tindih lahan yang masih belum terselesaikan diantara pengusaha pertambangan di Provinsi Jambi disebabkan komunikasi yang terputus. Dalam hal ini, perlu  menjalin komunikasi secara intens dan konstruktif agar tercipta persepsi yang sama diantara pihak-pihak yang terkait.

Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR  Markum Singodimejo dihadapan Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Jambi, dan jajaran Pengusaha Pertambangan saat melakukan kunjungan kerja ke provinsi tersebut, Selasa (2/11).

Seharusnya, agar konflik ini tidak berlarut-larut, pemerintah setempat turun tangan langsung mempertemukan pihak-pihak yang berselisih, baik masyarakat maupun pengusaha pertambangan. Jika perlu, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) membantu  memfasilitasi masyarakat dengan pihak pengusaha pertambangan.

Pada kesempatan tersebut, Pengusaha pertambangan di Provinsi Jambi mengadukan persoalan mereka kepada anggota Komisi VII DPR RI dan berharap dewan dapat menyelesaikan konflik tumpang tindih lahan yang  tengah mereka hadapi.

            Presiden Direktur PT. Bumi Baratama, Ashari mengatakan, banyaknya kendala yang dihadapi menjelang kegiatan produksi berlangsung di lahan garapan mereka. Diantaranya adanya kasus tumpang tindih lahan dengan kawasan hutan, perusahaan, serta lahan Area Peruntukan Lain (APL).

Untuk tumpang tindih kawasan hutan terjadi di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Lahan yang dipersengketakan berada di  Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT. Samhutani seluas 5.737 hektar. Begitu juga di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.

Ada lahan HTI milik PT. Buana Sriwijaya Sejahtera (1.710 Ha).
 tumpang tindih lahan juga terjadi dengan perusahaan, diantaranya dengan PT Agrindo Panca Tunggal Perkasa (PT APTP) selaku pemegang ijin perkebunan kelapa sawit  dengan Luas 2.143 Hektar, dengan BWP Meruap HPT (1.146 Ha), dan lahan APL (7.704 Ha)
"Tumpang tindih lahan menjadi kendala bagi kami untuk melakukan kegiatan produksi," keluh Ashari dihadapan anggota Komisi VII di gedung Dinas Pertambangan Provinsi Jambi.

Pesoalan lainnya yakni lamanya pengurusan perizinan pinjam pakai kawasan hutan, begitu juga ijin pinjam pakai eksplorasi PT KBB. Selain lama, disamping proses perijinan dipersulit  dan juga tidak ada jaminan kepastian diperolehnya ijin pinjam pakai produksi tersebut.

Ditambah lagi, permasalahan Pembebasan Lahan. Kegiatan ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari ganti kerugian atas penggunaan tanah. Sementara  luas batas tanah tidak jelas dan tanah APL kebanyakan dikuasai secara fisik oleh masyarakat sekitar. Soal jalan pun mereka keluhkan.

"Kami berharap anggota DPR RI membantu menyelesaikan persoalan ini dengan menyampaikan kepada pemerintah agar ada sinkronisasi antar instansi terkait sehingga izin dan lahan yang diberikan memiliki legitimasi. Termasuk juga memfasilitasi pembangunan jalan," pintanya.  

Permasalahan yang sama juga dipaparkan perwakilan PT.  Intitirta Primasakti, PT. Sarwa Sembada Karya Bumi dan Nusantara Termal Coal (NTC).

Sebagian besar mengaku bahwa Infrastruktur dari dan menuju lokasi produksi kurang memadai, batas wilayah kehutanan tidak jelas, proses perijinan pinjam pakai dan persoalan lainnya.

 Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Achmad Farial berjanji akan memasukan permasalahan tersebut dalam agenda pembahasan di dewan.

Bahkan pihaknya berinisiatif memanggil para pengusaha tersebut ke Jakarta untuk memaparkan kembali secara gamblang dihadapan dewan.

"Ini mesti kita bahas lagi secara komprehensif di Jakarta, nanti para pengusaha kita undang saat rapat di dewan,” katanya menawarkan.

Sementara anggota dewan lainnya, Nazaruddin Kiemas mengatakan beragam persoalan yang dihadapai perusahaan, pemerintah daerah dan masyarakat  sepatutnya dibahas dalam Panja PKP2P Komisi VII DPR RI.

Ia tidak ingin, permasalahan serupa terus terjadi tanpa ada solusi yang jelas. Sehingga kegiatan produksi pertambangan tetap berjalan maksimal dengan hasil yang baik serta memberikan kontribusi yang positif untuk daerah dan masyarakat setempat.

"Ini perlu di bahas dalam Panja, agar jelas pemetaannya," kata Kiemas. (tt)

 

BERITA TERKAIT
Impor AS Diperketat, Kemenperin Perlu Siapkan Insentif Relokasi Industri China
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyatakan dukungannya terhadap langkah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam mengantisipasi dampak...
Perampokan Warga Ukraina Harus Jadi Momentum Perbaikan Keamanan Industri Pariwisata Bali
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyoroti kasus perampokan brutal terhadap warga Ukraina, Igor Iermakov, oleh...
Novita Hardini Dorong Penanganan Serius Terkait Kelebihan Produksi Semen
25-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menilai sektor semen hingga kini belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam...
Komisi VII Dorong Peningkatan Kinerja Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil
24-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil...